Keutamaan Menasihati Kaum Muslimin (Bag. 6)
Kembali melanjutkan dari risalah Syekh Ibrahim Ar-Ruhaily hafidzahullah. Beliau menjelaskan tentang apa saja yang harus dilakukan oleh seorang penuntut ilmu dalam rangka menasihati kaum muslimin.
Hal yang wajib ditunaikan bagi seseorang yang dikaruniai ilmu
Wajib bagi seseorang yang Allah berikan kepadanya rezeki berupa ilmu, untuk jujur dalam menasihati umat. Baik dalam bentuk kelompok atau individu. Menunjukkan kepada mereka jalan-jalan kebaikan sesuai dengan (ilmu) yang dia ketahui serta memperingatkan mereka dari jalan-jalan keburukan dan fitnah sesuai kapasitas yang diketahuinya.
Jangan sekali-kali celaan para pencela membuatnya mundur dari menasihati kaum muslmiin. Jika ia ditanya tentang seorang syekh (yang pantas untuk mengajar -pent), ditanya tentang seorang guru, pelajar, sekolah, takhassus, suatu cabang dari cabang ilmu, kitab, risalah, makalah, men-tarjih antara dua pendapat yang sama kuat, kedua ahli ilmu yang harus diutamakan, atau hal yang paling bermanfaat antara kedua pelajaran, maka hendaknya ia menasihati dan mengarahkan sesuai dengan kadar yang ia ketahui bahwa hal tersebut lebih utama dan bermanfaat bagi penanya.
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وَعَلَى العَالِمِ أَنْ يَنْصَحَ لِلْمُتَعَلِّمِ وَيَجْتَهِدَ فِيْ تَعْلِيْمِهِ، وَعَلَى المُتَعَلِّمِ أَنْ يَعْرِفَ حُرْمَةَ أُسْتَاذِهِ وَيَشْكُرَ إِحْسَانِهِ إِلَيْهِ، فَإِنَّهُ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُر اللهَ
“Hendaknya bagi seorang yang berilmu menasihati muridnya dan bersungguh-sungguh dalam mengajarkannya. Bagi pelajar hendaknya ia mengetahui kedudukan gurunya dan berterimakasih atas kebaikan-kebaikan yang diberikan kepadanya. Karena sesungguhnya, tidak dikatakan bersyukur kepada Allah orang-orang yang tidak bersyukur kepada manusia (yang telah berbuat baik kepadanya).”[1]
Apabila seorang guru ragu akan kebenaran dalam men-tarjih, maka wajib baginya untuk tawaqquf.[2] Kalau tidak demikian, bisa jadi ia termasuk ke dalam salah satu orang-orang yang berkata tentang Allah tanpa ilmu.
Jika seorang guru memberikan arahan kepada penanya atas suatu hal yang tidak diketahui oleh seorang guru akan hal yang lebih bermanfaat dan maslahat, hanya karena seorang guru tersebut menginginkan kehidupan dunia yang sedikit, hanya ingin mendapatkan pujian dan sanjungan dari orang-orang terdekat, ingin mengambil muka dengan orang yang memiliki kedudukan, atau takut dengan orang-orang yang memiliki otoritas, maka jika seorang guru melakukan yang demikian, ia tidak termasuk pemberi nasihat yang meniti jalan para Nabi ‘alaihimussalam.
Perkataan para Nabi ‘alaihimussalam perihal nasihat
Sebagaimana Nabi Nuh ‘alaihissalam berkata,
أُبَلِّغُكُمۡ رِسَـٰلَـٰتِ رَبِّى وَأَنصَحُ لَكُمۡ
“Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Rabbku dan aku memberi nasihat kepadamu,” (QS. Al-A’raf: 62)
Nabi Hud ‘alaihissalam berkata,
أُبَلِّغُڪُمۡ رِسَـٰلَـٰتِ رَبِّى وَأَنَا۟ لَكُمۡ نَاصِحٌ أَمِينٌ
“Aku menyampaikan amanat-amanat Rabbku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu.” (QS. Al-A’raf: 68)
Nabi Shalih ‘alaihissalam berkata,
يَـٰقَوۡمِ لَقَدۡ أَبۡلَغۡتُڪُمۡ رِسَالَةَ رَبِّى وَنَصَحۡتُ لَكُمۡ
“Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Rabbku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu.” (QS. Al-A’raf: 79)
Nabi kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada para sahabatnya pada saat berkumpul di tempat terbesar, yaitu ketika haji,
وَأَنْتُمْ تُسْأَلُونَ عَنِّي فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ قَالُوا نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ
“Dan kelak kalian semua akan ditanya tentangku, maka apa yang akan kalian jawab?” Para sahabat menjawab, “Kami bersaksi engkau telah menyampaikan (risalah), telah menunaikan (amanah risalah), dan engkau telah memberikan nasihat.”[3]
Ikutilah jalan para Nabi yang memberikan nasihat kepada umatnya
Seluruh Nabi ‘alaihimussalam menyampaikan ilmu dan memberikan nasihat kepada umat mereka. Maka, siapa saja yang berpaling dari menasihati kaum muslimin dan mengikuti hawa nafsunya, sejatinya ia tidak mengikuti jalan para Nabi. Sedangkan Allah Ta’ala telah berfirman,
أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُۖ فَبِهُدَٮٰهُمُ ٱقۡتَدِهۡۗ
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (QS. Al-An’am: 90)
Bahkan, orang yang menyia-nyiakan nasihat sejatinya adalah pengkhianat amanah. Sebagaimana dalam hadis dari Abu Hurairah, beliau berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
المُسْتَشَارُ مُؤْتَمَنٌ
“Sesungguhnya orang yang dimintai pendapat adalah orang yang amanah.”[4]
Orang yang menipu dan enggan memberikan nasihat, ia adalah orang yang tidak menjaga amanah. Bahkan, bisa dikatakan ia menyia-nyiakan amanah. Begitu pun ia tidak menunaikan hak Islam kepada saudaranya, tidak menjaga wasiat Rasulullah kepada umatnya. Sebagaimana dalam hadis Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
حَقُّ المَسْلِمِ عَلَى المَسْلِمِ سِتٌّ -ذَكَرَ مِنْهَا- وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ
“Hak seorang muslim kepada muslim lainnya ada enam -di antaranya- jika saudaramu meminta nasihat kepadamu, maka hendaknya engkau menasihatinya.”[5]
Perkataan Sahabat dan Ulama tentang nasihat
Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu berkata,
لاَ تَعْمَلْ بِالْخَدِيْعَةِ فَإِنَّهَا خُلْقُ اللِئَامِ، وَامْحَضْ أَخَاكَ النَّصِيْحَةَ حَسَنَةً كَانَتْ أَوْ قَبِيْحَةً وَزُلْ مَعَهُ حَيْثُ زَالَ
“Janganlah melakukan tipu daya, karena itu adalah perbuatan yang tercela. Dan bersihkanlah (mental) saudaramu dengan memberikan nasihat, (betapa pun keadaannya) sudah baik ataupun masih buruk. Dan tetaplah setia menemaninya bagaimana pun kondisinya.”[6]
Ibnu Hibban rahimahullah berkata,
الوَاجِبُ عَلَى العَاقِلِ لُزُوْم النَّصِيْحَةِ لِلْمُسْلِمِيْنَ كَافَّةً وَتَرْك الخِيَانَةِ لَهُمْ بِالإِضْمَارِ وَالقَوْلِ وَالفِعْلِ
“Wajib atas orang yang berakal untuk senantiasa menasihati kaum muslimin secara menyeluruh, dan tidak mengkhianati mereka baik dengan niat, ucapan, dan perbuatan.”[7]
Al-Mawardi rahimahullah berkata,
إِنَّ مَنْ قَالَ مَا لَا يَفْعَل فَقَدْ مَكَرَ، وَمَنْ أَمَرَ بِمَا لَا يَأْتَمرُ فَقَدْ خَدَعَ، وَمَنْ أَسَرَّ غَيْرَ مَا يُظْهِر فَقْدَ نَافَقَ
“Sesungguhnya siapa yang berkata terhadap hal yang tidak dilakukan, maka ia telah khianat. Siapa yang memerintahkan hal yang ia sendiri tidak melakukannya, maka ia telah menipu. Dan siapa yang menyembunyikan sesuatu yang berbeda dari apa yang dia tampakkan, maka ia telah berbuat kemunafikan.”[8]
Inilah akhir dari apa yang dituliskan oleh Syekh Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaily hafidzahullah. Kemudian beliau menutup risalah beliau dengan doa,
أسأل الله بمنه وكرمه، وبما هدى إليه من تسطير هذه الأوراق، أن يجعلها خالصة لوجهه الكريم، وأن ينفع بها المسلمين، وأن يجعلني وإخواني المسلمين من العاملين بالعلم الناصحين للخلق، وأن لا يكلنا إلى أنفسنا طرفة عين ولا أقل من ذلك، وأن يحيينا على الإسلام والسنة وأن يميتنا على ذلك، غير مغيرين ولا مبدلين، إن ربي لسميع الدعاء لطيف لما يشاء.
Semoga risalah ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Wallahul Muwaffiq.
[Selesai]
***
Depok, 19 Zulhijah 1445 / 26 Juni 2024
Penulis: Zia Abdurrofi
Artikel asli: https://muslim.or.id/95966-keutamaan-menasihati-kaum-muslimin-bag-6.html